Kota Kebanggaan SumSel

Palembang Of International City

Hutan Wisata PuntiKayu



PALEMBANG adalah kota terbesar kedua di Sumatra setelah Medan yang memiliki satu hutan, yakni Hutan Punti Kayu. Hutan seluas 12 hektare ini pun menjadi paru-paru kota dan hutan Punti Kayu merupakan salah satu tempat wisata yang dikelola Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Selatan.
Hutan ini menawarkan keindahan alam, museum fauna dan kolam renang yang banyak dikunjungi di hari libur atau saat akhir pekan. Fasilitas lain yang bisa Anda temukan di dalam hutan adalah toko cinderamata, sarana bermain anak-anak, restoran dan danau buatan. Taman Wisata Alam Punti Kayu merupakan satu-satunya hutan wisata di kota Palembang yang terletak 6 km dari pusat kota. Kawasan Taman Puntikayu merupakan kawasan konservasi yang konsep pengembanganya berdasarkan pada prinsip-prinsip perlindungan keanekaragaman jenis tumbuhan hayati dan satwa.
Potensi TWA Punti Kayu berupa panorama hutan pinus (pinus mercussi) yang memiliki nilai estetika pemandangan menarik, serta adanya kebun binatang mini dengan hewan liar yaitu : kera ekor panjang (Macaca Fasicicularis), Beruk (Macaca Nemistriana), dll.
 
Selain itu ada juga arena menunggang kuda, area atraksi gajah, taman bunga, taman bermain anak, dermaga perahu, kolam renang anak, jembatan gantung, panggung terbuka, dan joglo/pendopo. dan Untuk fasilitas terdapat pintu gerbang, loket karcis, musholla, pusat informasi, toilet umum, kantin / pondok pedagang sumur, tower air, pos keamanan, dan tempat parkir yang luas.
Hutan Wisata Punti Kayu, secara geografis terletak antara 103° 11″-103° 40″ Bujur Timur dan 3° 11″-3° 12″ Lintang selatan, yang secara administrasi pemerintahan terletak di daerah wilayah Kecamatan Sukarami Kota Palembang Propinsi Sumatera Selatan.
 
 

Profil Kota Palembang


 



“PALEMBANG KOTA METROPOLITAN, MANDIRI DAN BERKUALITAS TAHUN 2008″
Untuk menyamakan persepsi mengenai pengertian visi tersebut, maka dirumuskan pengertian-pengertian sebagai berikut:
Kota Metropolitan adalah:
  • Kota yang berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa.
  • Kehidupan sosial ekonomi berlangsung selama 24 jam dalam sehari dan melampaui batas administrasi.
  • Mobilitas penduduk dan penglaju (commuter) tinggi.
  • Didukung oleh prasarana dan sarana perkotaan yang memadai.
Kota Mandiri
Yang dimaksud kota mandiri yaitu :
  • Pendapatan asli daerah meningkat.
  • Pendapatan masyarakat meningkat.
  • Peran dunia usaha dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan meningkat.
Kota Berkualitas adalah:
  • Penduduk yang berkualitas ditinjau dari segi pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, olah raga, seni budaya dan agama.
  • Penggunaan prinsip tata pemerintahan yang baik (Good Governance).
Misi Kota Palembang
Untuk merealisasikan visi Palembang Kota Metropolitan, Mandiri dan Berkualitas 2008, diperlukan misi sebagai komitmen dan arah dalam pengelolaan pembangunan di Kota Palembang.
Adapun misi pembangunan Kota Palembang adalah :
  • Mengembangkan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berakhlak, bermoral dan berbudaya sebagai pilar pembangunan kota.
  • Meningkatkan penataan ruang serta sarana dan prasarana dasar perkotaan
  • Mendorong meningkatnya investasi, industri, perdagangan dan jasa serta pengembangan pariwisata dan pelestarian warisan sejarah budaya.
  • Mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah.
  • Melaksanakan pelayanan prima.
  • Meningkatkan kerjasama antar daerah dan pihak lain, baik dalam maupun luar negeri.
  • Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalamrangka partisipasi aktif pembangunan Kota Palembang

Program Strategis Kota Palembang Tahun 2004-2008
Program merupakan kumpulan kegiatan yang nyata, sistimatik dan terpadu untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Program strategis disusun guna mengatasi permasalahan strategis kota dan mengembangkan potensi kota.
Adapun Program Strategis Kota Palembang tahun 2004-2008 yaitu :
  • Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia melalui pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, agama, seni budaya, olahraga dan pemuda.
  • Peningkatan kualitas dan kuantitas penataan ruang.
  • Peningkatan kualitas lingkungan perkotaan.
  • Penataan kawasan tepian sungai.
  • Pembangunan sarana dan prasarana transportasi serta manajemen transportasi.
  • Pembangunan sarana dan prasarana drainase serta pengendalian banjir.
  • Peningkatan pelayanan air bersih.
  • Peningkatan pelayanan persampahan.
  • Pengembangan sektor industri, perdagangan dan jasa, koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta pariwisata.
  • Optimalisasi pengelolaan keuangan daerah.
  • Peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat.
  • Peningkatan kerjasama pembangunan dengan daerah lain/ pihak lain baik di dalam maupun di luar negeri.
  • Pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan penanganan masalah-masalah sosial.



Kota Palembang adalah salah satu kota besar di Indonesia yang juga merupakan ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya, sebelum kemudian berpindah ke Jambi. Bukit Siguntang, di bagian barat Kota Palembang, hingga sekarang masih dikeramatkan banyak orang dan dianggap sebagai bekas pusat kesucian di masa lalu.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan dari prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 682 Masehi[2]. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.
Kota ini diserang beberapa kali oleh kekuatan asing, di mana kerusakan terparah terjadi saat penyerangan pasukan Jawa tahun 990 dan invasi kerajaan Chola tahun 1025. Namun sekarang kota ini tengah berbenah dan semakin mempercantik diri untuk menjadi sebuah kota internasional.
Sejarah
Prasasti Kedukan Bukit berangka 682 Masehi merupakan prasasti tertua yang ditemukan di Palembang. Prasasti ini menceritakan adanya pasukan besar yang datang dari Minanga Tamwan dengan perasaan suka cita. Sejarawan merujuk angka pada prasasti ini sebagai hari lahir Sriwijaya, walaupun kemungkinan Palembang telah menjadi ibukota kerajaan sebelum tahun tersebut.
Pada periode 850 - 1025 Masehi, Palembang merupakan kota terkaya di Asia Tenggara, hal ini seiring dengan kemakmuran perdagangan Kerajaan Sriwijaya. Selain menjadi pusat perdagangan Timur Jauh, pada masa ini Palembang juga menjadi pusat pengajaran agama Buddha. Para pelajar dari Tiongkok banyak singgah di kota ini untuk mempelajari agama Buddha sebelum melanjutkannya di India.
Pada tahun 990, Dharmawangsa dari Kerajaan Medang menyerang Palembang. Pada penyerangan ini istana kerajaan diserbu dan Palembang luluh lantak. Namun Culamanivarmadeva, raja yang berkuasa ketika itu, dapat menguasai keadaan dan memukul balik pasukan Jawa untuk kembali ke Medang. Palembang yang makmur itu kembali mendapat serangan dari pihak asing. Rajendra Chola dari Kerajaan Chola menjarah Palembang pada tahun 1025. Setelah menghancurkan Palembang dan menawan rajanya, pasukan Chola menjarah harta kerajaan yang melimpah ruah sebagai rampasan perang.
Dengan penyerangan ini situasi kerajaan tidak terkendali yang berakibat pindahnya ibukota Sriwijaya ke Jambi. Sejak kepindahan ini Palembang hanya menjadi kota pelabuhan sederhana yang tidak berarti lagi bagi para pedagang asing. [3]
Setelah keruntuhan Sriwijaya, tidak ada kekuasaan besar yang mengendalikan kota. Pada masa itu di Palembang dan sekitarnya bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti kelompok Panglima Bagus Kuning di hilir Sungai Musi, kelompok Si Gentar Alam di daerah perbukitan, kelompok Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu Sungai Komering, kelompok Panglima Gumay di sepanjang Bukit Barisan, dan sebagainya.[rujukan?] Selain itu beberapa pedagang Tiongkok menjadikan kota ini sebagai pangkalan perdagangan mereka. Orang Laut juga menjadikan Palembang sebagai markas mereka sebagai bajak laut.
Pada fase inilah muncul pangeran Sriwijaya yang terakhir, Parameswara. Setelah penyerangan Majapahit ke Palembang, Parameswara bersama Sang Nila Utama pergi melarikan diri ke Tumasik. Di sana ia membunuh gubernur Tumasik yang berkebangsaan Thai. Sewaktu pasukan Thai akan menyerang Tumasik, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka di Semenanjung Malaya, dan mendirikan Kerajaan Malaka. Parameswara memeluk Islam untuk menikahi putri Samudera Pasai dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah. Malaka berkembang pesat pada abad ke-15 sehingga Parameswara menjadi sebagai penguasa tunggal perairan Selat Malaka dan sekitarnya, bahkan Palembang akhirnya berada di bawah pengaruhnya.
Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting di balik hancurnya Majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar), dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan pengganti Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan "Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman" sebagai raja pertamanya. Kerajaan ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).
Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran besar yang melibatkan Jendral de Kock, Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda, berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai "Kota Wisata Air" pada tanggal 27 September 2005. Presiden mengungkapkan bahwa Palembang dapat dijadikan kota wisata air seperti Bangkok di Thailand dan Phnom Penh di Kamboja. Tahun 2008 Kota Palembang menyambut kunjungan wisata dengan nama "Visit Musi 2008".
Keadaan Geografis
Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59?27.99?LS 104°45?24.24?BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di Palembang juga terdapat Sungai Musi, yang dilintasi Jembatan Ampera, yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah.
Iklim Palembang merupakan iklim daerah tropis dengan angin lembab nisbi, kecepatan angin berkisar antara 2,3 km/jam - 4,5 km/jam. Suhu kota berkisar antara 23,4 - 31,7 derajat celsius. Curah hujan per tahun berkisar antara 2.000 mm - 3.000 mm. Kelembaban udara berkisar antara 75 - 89% dengan rata-rata penyinaran matahari 45%. Topografi tanah relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya terletak pada tempat yang agak tinggi, yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang. Ketinggian rata-rata antara 0 - 20 mdpl.
Pada tahun 2002 suhu minimum kota terjadi pada bulan Oktober 22,70C, tertinggi 24,50C pada bulan Mei. Sedangkan suhu maksimum terendah 30,40C pada bulan Januari dan tertinggi pada bulan Sepetember 34,30C. Tanah dataran tidak tergenang air : 49 %, tanah tergenang musiman : 15 %, tanah tergenang terus menerus : 37 % dan jumlah sungai yang masih berfungsi 60 buah (dari jumlah sebelumnya 108) sisanya berfungsi sebagai saluran pembuangan primer.
Tropis lembab nisbi, suhu antara 220-320 celcius, curah hujan 22-428 mm/tahun, pengaruh pasang surut antara 3-5 meter, dan ketinggian tanah rata-rata 12 meter dpl. Jenis tanah kota Palembang berlapis alluvial, liat dan berpasir, terletak pada lapisan yang paling muda, banyak mengandung minyak bumi, yang juga dikenal dengan lembah Palembang - Jambi. Tanah relatif datar dan rendah, tempat yang agak tinggi terletak dibagian utara kota. Sebagian kota Palembang digenangi air, terlebih lagi bila terjadi hujan terus-menerus.
Batas Wilayah
  • Sebelah Utara; dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin.
  • Sebelah Selatan; dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim.
  • Sebelah Barat; dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin.
  • Sebelah Timur; dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin.
Pemerintahan
Kota Palembang dibagi ke dalam 16 kecamatan dan 107 kelurahan, kecamatan-kecamatan tersebut yaitu:
  • Ilir Timur I
  • Ilir Timur II
  • Ilir Barat I
  • Ilir Barat II
  • Seberang Ulu I
  • Seberang Ulu II
  • Sukarame
  • Sako
  • Bukit Kecil
  • Kemuning
  • Kertapati
  • Plaju
  • Gandus
  • Kalidoni
  • Alang-alang lebar
  • Sematang Borang
Penduduk
Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu, dan menggunakan Bahasa Melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, dan Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan terkadang juga menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis, dan Banjar. Warga keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa dan Kampung Al Munawwar yang merupakan wilayah Komunitas Arab.
Agama mayoritas di Palembang adalah Islam. Selain itu terdapat pula penganut Katholik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Pariwisata
  • Sungai Musi
  • Jembatan Ampera
  • Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang
  • Benteng Kuto Besak
  • Gedung Kantor Walikota
  • Kambang Iwak Family Park
  • Hutan Wisata Punti Kayu
  • Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya
  • Taman Purbakala Bukit Siguntang
  • Monumen Perjuangan Rakyat
  • Museum Balaputradewa
  • Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
  • Museum Tekstil
  • Kawah Tengkurep
  • Masjid Cheng-Ho Sriwijaya
  • Kampung Kapitan
  • Kampung Arab
  • Fantasy Island
  • Bagus Kuning
  • Pusat Kerajinan Songket
  • Pulau Kemaro
  • Kilang Minyak Pertamina
  • Pabrik Pupuk Pusri
  • Sungai Gerong
Seni dan Budaya
Sejarah tua Palembang serta masuknya para pendatang dari wilayah lain, telah menjadikan kota ini sebagai kota multi budaya. Sempat kehilangan fungsi sebagai pelabuhan besar, penduduk kota ini lalu mengadopsi budaya Melayu pesisir, kemudian Jawa. Sampai sekarangpun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti "lawang (pintu)", "gedang (pisang)", adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawananpun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
  • Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang).
  • Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-tamu, dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan.
  • Lagu Daerah seperti Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut, dan Ribang Kemambang.
  • Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit.
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain "Festival Sriwijaya" setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan, dan Tahun Baru Masehi.
Makanan Khas
Kota ini memiliki komunitas Tionghoa cukup besar. Makanan seperti pempek atau tekwan yang terbuat dari ikan mengesankan "Chinese taste" yang kental pada masyarakat Palembang.
  • Pempek
  • Tekwan
  • Model
  • Laksan
  • Celimpungan
  • Mie Celor
  • Burgo
  • Pindang Patin
  • Pindang Tulang
  • Malbi
  • Tempoyak
  • Otak - otak
  • Kemplang
  • Kerupuk
  • Kue Maksubah
  • Kue Delapan Jam
  • Kue Srikayo
 

Taman Bukit Siguntang



Daerah ini terletak di atas ketinggian 27 meter dari permukaan laut, tepat di Kelurahan Bukit Lama. Tempat ini sampai sekarang masih tetap dikeramatkan karena disini terdapat makam diantaranya:
     1.      Raja si Gentar Alam
     2.      Putri Kembang Dadar
     3.      Putri Rambut Selako
     4.      Panglima Bagus Kuning
     5.      Panglima Bagus Karang
     6.      Panglima Tuan Junjungan
     7.      Panglima Raja Batu Api
     8.      Panglima Jago Lawang

Berdasarkan hasil penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung (arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI Masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Kita dapat melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang dengan menempuh kendaraan umum jurusan bukit besar.

Sejarah Bukit Siguntang 
Kawasan Bukit Siguntang yang berada di Bukit Besar Palembang sejak lama menyimpan cerita misteri. Meski demikian, hal itu tidak mengurungkan niat banyak orang untuk mengunjungi kawasan elok ini.
Kawasan ini dengan ketinggian sekitar 27 meter di atas permukaan laut tepatnya di Kelurahan Bukit Lama. Jika berada di atas bukit, kita bisa memandang sebagian Kota Palembang.
Berdasarkan cerita legenda dan dongeng, setiap tokoh yang dimakamkan itu memiliki karisma dan sejarah masing-masing. Kini, masing-masing makam yang berada di kaki bukit dan mengarah ke puncak bukit masih terawat baik. Dari hasil penemuan pada tahun 1920 di sekitar bukit ini telah ditemukan sebuah patung (arca) Buddha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI masehi yang sekarang diletakkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Tempat ini sampai sekarang masih tetap dikeramatkan karena di sini terdapat beberapa makam Raja Sriwijaya. Di antaranya Radja Si Gentar Alam, Putri Kembang Dadar, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus Karang, Putri Rambut Selako, Pangeran Radja Batu Api, Panglima Tuan Djundjungan. Para tokoh itu berasal dari masa akhir Kerajaan Sriwijaya dari Mataram Hindu dan keturunan Majapahit.
Nyai Atun (75), salah seorang juru kunci yang berasal dari Pacitan, Jawa Timur, sudah puluhan tahun kerja di sana. Saat ditemui Suara SJI, Atun menyayangkan tak ada petunjuk khusus yang bisa didapatkan soal sejarah dan bagaimana keberadaan makam-makam itu. ”Di depan makam hanya tertulis nama tokoh dengan tujuh makam Raja Sriwijaya, tanpa keterangan sedikit pun,” ungkapnya.
Menurut Atun, Kerajaan Sriwijaya merupakan keturunan dari Majapahit yang pusat kerajaannya berada di Kota Palembang. Hal ini dikuatkan dengan foto udara yang menggambarkan adanya kanal-kanal yang menunjukkan tempat pertahanan atau benteng dari kerajaan.
Sebaliknya, Kepala Bidang Objek Pariwisata Kota Palembang Ahmad Zazuli mengatakan, di Bukit Siguntang terdapat delapan makam. Yang terakhir adalah Panglima Jago Lawang. “Memang tak begitu jelas tentang keberadaan makam itu. Yang pasti, makam itu berada di dataran tinggi untuk menghindari banjir,” ujarnya.
Bukit Siguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin Parameswara, adipati di bawah Kerajaan Majapahit. Sekitar tahun 1511, Parameswara memisahkan diri dari Majapahit dan merantau ke Malaka. Di sana ia sempat bentrok dengan pasukan Portugis yang hendak menjajah Nusantara. Adipati itu menikah dengan putri penguasa Malaka, menjadi raja, dan menurunkan raja-raja Melayu yang berkuasa di Malaysia, Singapura, dan Sumatera.
Radja Sigentar Alam merupakan raja tertua di antara tujuh raja Sriwijaya. Kisah perjalanan Raja Macedonia ini, menurut versi cerita rakyat Melayu, adalah cerita tentang Radja Sigentar Alam. Nama aslinya Iskandar Zulkarnain Sahalam, dengan nama serumpun Malaysia Johor. Kakaknya bernama Permai Swana dengan nama asli Datuk Iskandar Sahalam yang berada di Malaysia Johor.
Radja Sigentar Alam berasal dari Kerajaan Mataram Kuno Majapahit, yang menganut agama Hindu-Buddha. Datang ke Lembang Melayu membawa kapal mengarungi samudera hingga tiba di Lancang Kuning. “Ketika datang ke sini jangkarnya terkait di tanah segumpal, karena masa dulu semua dunia merupakan samudra laut yang luas. Kapal tersebut terdampar, kemudian menghilang,” tutur Atun sembari merangkai kembang tujuh warna itu.
Lain halnya dengan Putri Kembang Dadar, seorang putri dari kahyangan dengan nama asli Putri Bunga Malur, anak Bunda Kahyangan. Percaya atau tidak, kalau Putri Kembang Dadar ini berada di atas kahyangan, maka langit menjadi mendung, gelap dan berpelangi. ”Sebaliknya, apabila ia turun dari atas kahyangan, maka petir dan hujan pun akan turun,” ungkapnya.
Sekitar tahun 1554, muncul Kerajaan Palembang yang dirintis Ki Gede Ing Suro, seorang pelarian Kerajaan Pajang, Jawa Tengah. Kerajaan ini juga mengeramatkan Bukit Siguntang dengan mengubur jenazah Panglima Bagus Sekuning dan Panglima Bagus Karang. Keduanya sama-sama berasal dari Mataram Kuno Majapahit. Kedua tokoh itu berjasa memimpin pasukan kerajaan saat menundukkan pasukan Kesultanan Banten yang menyerang Palembang.
Berbeda lagi dengan Putri Rambut Selako. Nama aslinya Putri Kencana Bungo, berasal dari Keraton Yogya, anak dari Prabu Wijaya. Pangeran Radja Batu Api berasal dari Jeddah, sedangkan Panglima Tuan Djundjungan berasal dari Arab yang menyebarkan agama Islam.
Aan (23), salah satu warga Bukit Siguntang sekaligus pengunjung yang ditemui bersama tiga temannya mengatakan, biasanya mereka datang ke tempat itu untuk foto-foto sambil menikmati suasana di sore hari. ”Tempat wisata ini harus dijaga agar tidak rusak. Pemerintah juga harus peduli terhadap wisata yang kita miliki sekarang,” ujarnya.
Meski tak bisa menjamin akan mendapatkan jawaban atas misteri para tokoh sejarah yang dimakamkan di bukit ini, minimal kita akan melihat bukti nyata bahwa para tokoh dalam cerita itu dan lokasi makam yang penuh dengan misteri dan teka-teki, memang benar ada. (Ria)

 

Profil Sungai Musi





Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota Sungsang. Sungai Musi dengan Jembatan Ampera sebagai latar belakang

Mata airnya bersumber di daerah Kabupaten Kepahiang|Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi.



Adapun delapan sungai tersebut adalah :
# Sungai Komering
# Sungai Rawas
# Sungai Leko
# Sungai Lakitan
# Sungai Kelingi
# [[Sungai Lematang]]
# Sungai Semangus
# Sungai Ogan

Sungai Musi bisa diselusuri dengan menyewa sebuah perahu motor di bawah Jembatan Ampera atau perahu wisata di dermaga Benteng Kuto Besak ( BKB). Dengan biaya sekitar Rp 50.000,- s.d. Rp 100.000,- Anda sudah bisa menyusuri sungai musi sepuasnya.
Di sepanjang Sungai Musi ada beberapa objek wisata yang menjadi kebanggaan masyarakat Palembang seperti Pulau Kemaro, Makam Ratu Bagus Kuning, Jembatan Ampera, rumah rakit, dan Warung Legenda. Anda dapat meminta supir perahu untuk membawa anda ke tempat-tempat tersebut. Jangan khawatir, mereka tahu benar kawasan itu.


Legenda Sungai Musi
Zaman dahulu kala, hubungan lalu lintaslaut di seluruh dunia di lakukan dgn perahu layar. Pada jaman itu, banyak pula lanun atau bajak laut. Ketika itu perdagangan tidak memakai sistem jual beli tetapi dengan sistem barter.

Menurut cerita, ada kelompok bajak laut asal negeri Cina yang terdiri dari tiga perahu layar, berlayar ke Selat Bangka.
Perompak itu di pimpin oleh seorang yang bergelar Kapitan. Mereka tertarik ketika melalui muara Sungai Musi, terutama karena lebarnya. Kapitan mencari dalam peta, ternyata sungai itu belum ada namanya di peta.

Para perompak itu melihat banyak perahu besar dan tongkang datang dari hulu sarat dengan muatan hasil bumi, mereka yakin di wilayah hulu sungai pastilah daerah yang subur. Mereka pun mulai membentuk kelompok2 untuk menjelajah daerah2 hulu.

Ada kelompok mereka yang sampai di daerah dataran rendah Gunung Dempo (daerah Lahat sekarang), mereka kagum melihat betapa suburnya tanah. Hasil sayur mayur tidak terpanen. Tanaman kopi bagaikan hutan dgn buahnya yang besar2. Begitu juga cengkih, kayu manis dan berbagai tanaman lainnya.

Kelompok yang menjelajah Muara Enim skrg, juga kagum dgn melihat tanaman rempah2 dan batubara yang muncul di permukaan tanah. Sementara itu yang sampai di wilayah Ranau, begitu takjub ketika melihat tembakau pun tumbuh disana.

Kapitan pun begitu tertarik dengan Wilayah Sumatera Selatan yang berpusat di Sungai Musi, dia pun memutuskan untuk tinggal lama di Palembang. Dia memberi tanda melingkari daerah Sumatera Selatan dalam peta seraya berkata :

"Kita skrg berada di daerah ini. Ternyata daerah dan sungai ini belum ada namanya di peta. Sudah ku pikir2, kita menamakan daerah ini Mu Ci (dalam bahasa tua Cina Han, Mu Ci berarti Ayam Betina, dan Mu Ci adalah nama bagi Dewi Ayam Betina yang memberikan keberuntungan pada manusia)

Seorang perompak bertanya : "Mengapa Tuan menamakan daerah ini Mu Ci?"

"Bukankah Mu Ci (Ayam Betina) adalah makhluk yg memberikan keuntungan buat manusia? Sekali bertelur belasan butir. telur adalah sumber makanan dan rezeki. Daerah ini pun sangat subur. Luar biasa suburnya. hasil rempah2nya bermutu tinggi. Ada Tambang batubara, emas dll. Maka daerah ini layak di sebut Mu Ci, karena tanahnya demikian kaya raya memberi keberuntungan bagi manusia".

"Kalian ingat, penduduk di daerah ini juga memiliki sifat yang baik yang dimiliki ayam.
Kaum pria daerah ini ramah, mudah menerima orang asing, dapat bergaul dengan baik dan suka menolong. Akan tetapi jangan berbuat curang atau menipu mereka. Bukankah ada empat orang teman kita yang mati karena di tusuk penduduk dgn pisau?"

Pemimpin Perompak melanjutkan pembicaraannya...
"Itu salah teman kita sendiri, sudah saya perintahkan untuk berperangai baik. daerah ini dan seluruh penduduknya akan jadi mitra dagang kita dalam jangka panjang. Selain itu, wanita di daerah Mu Ci ini juga sangat baik, kulit mereka kuning seperti kita. Tapi wajahnya tidak seperti wajah orang Eropa dan tidak mirip kita. Kaum wanita daerah ini hebat dan mengagumkan. Mereka bekerja keras membantu suami.

Tak ubahnya seperti induk ayam betina. Bekerja keras mencari makanan untuk anak2nya. Hormat dan baik pada sesamanya. Akan tetapi jangan coba2 mengganggu mereka dan anak2nya. Mereka bisa lebih ganas dari elang sekalipun.

Beratus tahun kemudian kata Mu Ci berubah menjadi Musi....

Kesimpulan :
Cerita ini adalah Legenda, orang tak percaya pernah terjadi. Namun kita melihat ada Sungai Musi dengan daerah  Sumatera Selatan yang subur.
Hikmah dari legenda ini adalah, masyarakat Sumsel ramah tamah, tetapi berani berindak tegas bila harga dirinya di usik adalah sikap yang di sergani. Walaupun Bajak Laut jahat dan Kejam dalam berdagang mereka tetap ramah dan rendah hati.
 

Kambang Iwak

Kambang IwakSejarah mencatat Indonesia dijajah oleh Kompeni Belanda selama 3,5 abad sejak jaman VOC hingga Hindia Belanda. Tentunya dari rentan tahun jajahan yang cukup lama itu banyak sekali jejak-jejak peninggalan bersejarah dari zaman Kompeni dihampir seluruh tempat di Indonesia tidak terkecuali di Palembang, Sumatera Selatan. Salah satu jejak peninggalan Kompeni Belanda di Kota Palembang adalah Taman Wisata Kambang Iwak. Tidak tahu persis apa nama taman ini dijaman Belanda tapi yang jelas taman ini dibuat saat jaman Belanda diperuntuhkan untuk warga Belanda yang bermukim disekitaran taman tersebut sebagai saranan rekreasi keluarga. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya permukiman warga Belanda disekitaran Taman Wisata Kambang Iwak yang sekarang nama daerah tersebut adalah kawasan Talang Semut. Salah satu bukti lagi bahwa kawasan Talang Semut dahulu adalah permukiman elite warga Belanda adalah bangunan mewah yang sekarang menjadi rumah dinas Walikota Palembang yang hingga sekarang masih kokoh berdiri. 


Kembali ke Taman Wisata Kambang Iwak dari informasi yang saya himpun dari salah satu acara sejarah di salah satu stasiun TV swasta nasional mengatakan bahwa dahulu taman ini dibuat seiring dengan adanya rencana dari Residen (Walikota) Palembang saat itu yang ingin menjadikan Palembang sebagai kota taman layaknya Bandung di Jawa yang sudah lebih dahulu tenar menjadi kota taman yang asri di Hindia Belanda.  Oleh sebab itulah sekitar tahun 1900an kawasan Talang Semut dibuat seasri mungkin dengan ditanami pohon-pohon besar yang rindang kemudian dibuat pula sebuah taman sebagai tempat berkumpul dan rekreasi warga Belanda yang bermukim di Palembang, taman yang dibuat tahun 1900an itulah yang kelak menjadi Taman Wisata Kambang Iwak yang kita kenal saat ini.  Sampai saat ini pohon-pohon rindang yang ditanami Kompeni Belanda saat itu masih kokoh berdiri memberikan suasana yang begitu asri dikawasan ini ditemani dengan rumah-rumah berarsitektur kolonial disekitarannya menjadikan kawasan Talang Semut dan Taman Wisata Kambang Iwak yang ada ditengahnya sebagai salah suatu tempat favorit warga Palembang yang ingin melepas penat.
Sejarah pun mencatat selepas Belanda angkat kaki dari Bumi Pertiwi pada tahun 1945 kawasan Talang Semut dan Taman Wisata Kambang iwak sedikit terlupakan oleh kita. Daerah ini luput dari perhatian pemerintah padahal apabila dikelola dengan baik kawasan bersejarah ini dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Palembang terutama bagi mereka yang haus pengetahuan sejarah khususnya sejarah Kota Palembang.  Daerah tersebut khususnya Taman Wisata Kambang Iwak pernah mengalami keterpurukan yang sangat parah, saat itu sekitar tahun 1980-1990-an kawasan taman ini menjadi basecamp para Waria dan Pelacur di Kota Palembang, taman tersebut menjadi tempat prostitusi masal dan tempat muda-mudi memadu kasih ilegal (maksiat) sehingga bila malam datang banyak warga yang enggan untuk datang ke tempat ini. Selain itu, menurut cerita orang tua saat itu pula sering ditemukan karung berisikan mayat orang korban dari Petrus (Penembak Misterius) yang marak terjadi di era orde baru dahulu.
Namun, akhirnya di awal millennium (awal 2000-an) semuanya berubah Kota Palembang berbenah terutama untuk menyambut PON tahun 2004 (PON pertama di luar Pulau Jawa). Semua sudut Kota Palembang disulap menjadi kawasan elite, Jembatan Ampera bersolek dengan kemasan warna cat yang baru, Kawasan Benteng Kuto Besak dirombak abis-abisan menjadi Plaza BKB yang bersih, pembangunan di Kota Palembang menjadi marak. Semuanya berubah tidak terkecuali Taman Wisata Kambang Iwak. Awal 2000-an adalah momentum perubahan di Kota Palembang, pemerintah gencar mempromosikan Kota Palembang sebagai kota wisata yang wajib dikunjungi. 
Oleh karena itu, semua potensi wisata di kota tertua di Indonesia ini direnovasi habis-habisan, sehabis PON 2004 ada program VISIT MUSI 2008 kemudian hadir pula SEA GAMES 2011.  Semua kawasan di Kota Palembang tidak luput dari pembangunan salah satu daerah yang tidak boleh dilupakan adalah kawasan Talang Semut berserta Taman Wisata Kambang Iwak di tengahnya, kawasan tersebut dirombak habis-habisan, Taman Wisata Kambang Iwak yang dahulu angker dan jorok dirubah menjadi tempat yang mewah dan modern hingga sekarang menjadi tempat berkumpul wajib bagi warga Kota Palembang, rasanya belum gaul kalau tidak kumpul-kumpul di taman tersebut. 
Mengapa Taman Wisata Kambang Iwak begitu diminati saat ini? Jawabannya karena taman tersebut sekarang telah bertransformasi menjadi daerah modern selain itu taman tersebut juga memang terkenal begitu asri karena dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang sangat rindang sehingga memberikan kesejukan di Kota Palembang yang terkenal panas dan juga di tengah-tengah taman terdapat danau yang bersih dilengkapi air mancur yang hidup setiap jam sepanjang hari yang dapat memberikan kenyamanan dan ketenangan kepada setiap penikmatnya. Tidak hanya itu saja Taman Wisata Kambang Iwak juga banyak dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang bisa membuat wisatawan betah berlama-lama bercengkrama di sana.  Adapun sarana dan prasarana yang ada di taman tersebut adalah trak jogging bagi anda yang ingin berolahraga, kemudian tempat duduk yang banyak terdapat dipinggiran danau taman tersebut, lalu di area taman itu juga banyak terdapat warung atau kedai makan yang menyajikan menu berharga kaki lima hingga bintang lima tersedia lengkap di areal taman ini, untuk anda yang hobi online areal taman ini juga ditunjang dengan hotspot gratisan, dan yang tidak kalah penting pula untuk masuk ke taman ini anda tidak perlu takut dipungut biaya masuk karena taman ini gratis untuk umum.  Bila malam datang taman ini pun masih ramai dikunjungi oleh wisatawan karena saat malam taman ini begitu gemerlap dengan lampu-lampu hias yang mengelilingi hampir disetiap sudut taman.
Dan, yang tidak kalah penting untuk disampaikan dengan segala kelebihannya sekarang kawasan Talang Semut dan Taman Wisata Kambang Iwak sempat dijadikan tempat penilaian yang menghantarkan Kota Palembang mendapatkan penghargaan "Asean Environment Sustainable City 2008, sebagai Kota Terbersih se-Asean."  Juga Taman Wisata Kambang Iwak sempat mendapatkan penghargaan sebagai "Taman Kota Terbaik se-Indonesia, atas nama Kambang Iwak (KI Family Park)".
Inilah gambaran singkat tentang salah satu sudut Kota Palembang sekarang, Palembang kota kuno yang merupakan kota tertua di Indonesia sudah sewajarnya kota ini menghargai semua peninggalan bersejarah yang ada di dalamnya, potensi sejarah yang besar merupakan salah satu modal bagi Kota Palembang untuk menjadi tempat wisata andalan di Indonesia.
Gereja Siloam

Gereja Siloam (Gereja Protestan Tertua di Palembang)
Tidak  jauh dari Taman Wisata Kambang Iwak terdapat sebuah bangunan putih yang tertutupi oleh pepohonan. Bangunan tersebut adalah sebuah gereja tua yang merupakan gereja protestan dengan nama resminya Gereja Siloam. Tahukah Anda bahwa gereja ini merupakan gereja protestan tertua di Kota Palembang. 
Gereja Siloam ini dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada tanggal 13 Agustus 1933.  Pada awalnya gereja tersebut beranggotakan orang-orang Belanda dan Cina sejumlah 144 orang.  Adapun alasan pemerintahan Hindia Belanda membangun gereja tersebut saat itu adalah guna memberikan tempat pribadatan baru bagi mereka pendatang dari Jawa. 
Pendatang dari Jawa sendiri hadir akibat dampak dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang menyelenggarakan kolonisasi keluar daerah Jawa yang bermula pada tahun 1905 yang di awali ke daerah Gedong Tataan (1905), Bengkulu/Kepahiang (1909), Metro Lampung (1935), Belitang (1937) dan Lubuk Linggau (1937). Kegiatan kolonisasi ke daerah baru ini secara tidak langsung turut membawa tenaga kerja dan orang-orang dari Jawa datang ke daerah baru tersebut.  Kegiatan perpindahan penduduk ini pula yang kelak diterapkan oleh pemerintahan Republik Indonesia guna mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jawa yang memang sudah terkenal sebagai pulau terpadat di dunia, adapun kegiatan tersebut sekarang terkenal dengan nama transmigrasi. 
Kegiatan kolonisasi di daerah baru tersebut terutama di daerah Sumatera diantarnya adalah pembukaan lahan, pembangunan pemukiman (bedeng), pembangunan bendungan/saluran irigasi (Way Sekampung dan Komering), akses jalan, lintas kereta api Tanjungkarang - Palembang - Lubuk Linggau dan sekolah-sekolah.  Mengingat besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proyek kolonisasi di daerah baru itulah membuat pemerintah Hindia Belanda banyak mengangkut orang-orang dari Jawa untuk berkerja secara paksa ke sana, tidak terkecuali orang-orang Kompeni yang bermukim di Jawa ikut datang ke daerah koloni baru tersebut. 
Banyak dari para transmigran dan orang-orang Kompeni dari Jawa yang datang ke daerah koloni baru tersebut merupakan penganut Nasrani dan mereka memerlukan tempat pribadatan baru di tempat koloni baru tersebut untuk beribadah. Oleh sebab itu, pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun banyak tempat pribadatan baru yang salah satunya adalah Gereja Protestan yang kelak namanya adalah Gereja Siloam ini.
 Itulah sebersit kisah dari salah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda di Kota Palembang. Bung Karno pernah berkata saat beliau memaparkan laporan pertanggungjawabannya di depan anggota MPR pada tahun 1966 sekali pun pertanggungjawabannya itu tidak diterima, adapun salah satu pesan beliau saat itu yang masih terkenang hingga sekarang adalah "JAS MERAH" yang artinya jarang pernah sekalipun melupakan sejarah karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarah dan perjuangan para pahlawannya.

Tips Dan Trik Ke Taman Wisata Kambang Iwak Palembang
Taman Wisata Kambang Iwak Palembang terletak di daerah Talang Semut, Bukit Kecil.  Taman itu terletak persis disebelah rumah dinas Walikota Palembang.  Akses menuju daerah tersebut tidak sulit, adapunnya tips adalah:
1. Rute transportasi umum menuju taman
Trans musi: rute Prumnas–Pim atau Plaju–PS stop di halte pasar gubah dengan biaya Rp3.000,- per orang ke semua jurusan.
Anggutan Kota (Angkot): rute Prumnas-Ampere, Bukit Besar–Ampere, menggunakan bus kota Bukit Besar–Ampere stop persis di depan Taman Wisata Kambang Iwak dengan biaya Rp2.500,- per orang.
2. Jam kerja atau jam buka taman
Taman Wisata Kambang Iwak buka 24 jam non stop untuk umum.
3. Waktu yang tepat untuk menuju ke taman tersebut adalah pagi dan sore hari karena saat itu adalah waktu yang tepat untuk berolahraga selain itu diwaktu tersebut juga cuaca sangat nyaman untuk menikmati suasana taman yang sejuk dan asri.
4. Di hari sabtu dan Minggu taman tersebut sangat banyak di datangi oleh warga Palembang yang ingin berkumpul baik tua maupun muda yang bersama pasangannya maupun yang bersama keluarga besar.
5. Ingatlah untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar anda, buanglah sampah pada tempatnya karena kebersihan adalah sebagian dari iman.
 

Tari Tanggai (Tari Tepak)

Tari Tanggai

Tari tepak atau tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian ini memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari sedangkan tari Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesoris penari Gending.
Kelenturan gerak dan lentiknya jemari penari menunjukan betapa tulusnya tuan rumah memberikan penghormatan kepada tamu. Perpaduan gerak gemulai penari dengan harmoni lagu pengiring yang berjudul enam bersaudara melambangkan keharmonisan hidup masyarakat Palembang.
Tari Tanggai sering dipergunakan dalam acara pernikahan masyarakat Sumatera Selatan, acara-acara resmi organisasi dan pergelaran seni di sekolah-sekolah. Sanggar-sanggar seni di kota Palembang banyak yang menyediakan jasa pergelaran tarian tanggai ini, lengkap dengan kemewahan pakaian adat Sumatera Selatan.
 

Tari Gending Sriwijaya

Gending Sriwijaya merupakan tari spesifik masyarakat Sumatera Selatan untuk menyambut tamu istimewa yang bekunjung ke daerah ini, seperti kepala negara, kepala-kepala pemerintahan negara sahabat, duta-duta besar atau yang setara itu. Tari tradisional ini berasal dari masa kerajaan Sriwijaya. Tarian yang khas ini mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu. Tarian digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai.
Mereka merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih banyak digantikan tape recorder.
Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan gong. Sedang peran pengawal terkadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan. Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya dilakukan oleh putri saja. Sultan atau bangsawan.



tari-tanggai-5
Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh sang putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya. Tari Gending Sriwijaya, termasuk lagu pengiringnya, diciptakan tahun 1944 untuk mengingatkan para pemuda bahwa para nenek moyang adalah bangsa dan besar yang menghormati persaudaraan dan persahabatan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Sang pencipta.
Masyarakat Palembang memiliki seni tari sendiri, baik bergaya modern hasil kreasi seniman-seniwatinya, maupun tari-tarian klasik.Diantaranya, tari tepak atau tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian ini memiliki persamaan dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan busananya.
Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5 penari, sedang Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesori penari Gending. Tari Melati Karangan, merupakan perlambang keagungan kerajaan Sriwijaya mempersembahkan mealati dalam bentuk emas kepada kaisar Cina di abad ke VII. Tari Dana merupakan tarian rakyat yang biasa dibawakan para remaja. Tari digelarkan dalam acara gembira yang dibawakan 4-6orang penari atau secara massal oleh putra-putri. Tari Dana juga dikenal diseluruh Sumatera Selatan.
 

Pasar Terapung Di Sungai Musi

Bertolak ke bagian ilir sungai Musi. Disini seperti yang kita ketahui adanya pasar 16 ilir. Karena perkembangan zaman, pasar 16 ilir tak lagi menjadi pasar tradisional, namun lebih kepada pasar grosir. Tidak jauh dari keberadaan pasar 16 ilir tepatnya dipinggiran sungai Musi bagian ilir, terdapat kurang lebih 9 perahu kecil. Ini bukan perahu untuk dijadikan transportasi air, walaupun memang ada perahu yang dikhususkan untuk transportasi air, namun ini beda. Apa yang membedakan? Yang menjadikannya beda adalah perahu ini merupakan perahu untuk berdagang makanan. Warung nasi tepatnya. Yang dijual ada banyak, misalnya masakan khas Sumatera Selatan yakni pindang pegagan. Masakan Padang yang terkenal dengan pedasnya pun ada. Tak hanya makanan, jika dilihat baik-baik dan teliti, perahu-perahu ini ada juga yang menyediakan warung kopi.

            Dengan perahu sebagai wadahnya, pasar terapung memiliki keunikan tersendiri. Menjajahkan warung nasi diatas sungai Musi dengan ombak yang tak terlalu tinggi, juga pasang surutnya air sungai menjadikan pasar terapung semakin terlihat berbeda.
            Berbicara tentang perbedaan, pasar terapung memang berbeda dengan warung nasi lain yang ada dimana-mana. Pasar terapung di Palembang adalah warung nasi modern namun tidak meninggalkan kesan tradisionalnya, karena pasar terapung ini seperti yang terlihat pada gambar 1.2., menggunakan perahu sebagai tempat berdagang makanan. Telah kita bahas diawal tadi, bahwa pasar terapung menyediakan makanan khas Sumatera Selatan yaitu pindang pegagan, masakan Padang pun ada yang menjual, dan juga warung kopi yang pastinya menyediakan kopi bagi pembelinya.
Teriknya matahari memuncak diubun-ubun kepala kami. Panasnya kota Palembang tak terelakkan lagi. Tepat pukul 13.00 sesudah melaksanakan kewajiban shalat dzuhur, perjalanan kami dimulai. Sengatan matahari, belum lagi bisingnya kota Palembang menemani perjalanan kami menuju pasar terapung. Senin, 20 Juni 2011 kami ukir perjalanan dengan senyuman bangga.
Memang sudah menjadi tugas kami para mahasiswa jurusan Jurnalistik IAIN Raden Fatah Palembang ini untuk meliput daerah pinggiran sungai Musi, tepatnya pasar terapung. Panasnya hari tidak membuat kami gentar untuk tetap melanjutkan perjalanan ke pinggiran sungai Musi. Wajar saja salah satu dari kami, Dita (19 thn) menyebut Palembang dengan sebutan Palembang Hell City. Kami tidak mengartikannya sebagai Kota Neraka, namun mengartikannya sebagai Palembang kota yang panas.
            Tak hentinya cawa kami ketika menaiki angkutan kota jurusan Ampera. Tawa sana sini tidak membuat pak sopir marah. Mobil merah yang nantinya akan melanjutkan perjalanan sampai ke Km. 5 ini akhirnya berhenti di bawah jembatan Ampera, sesuai dengan jurusannya, Km. 5 – Ampera.
            Langsung saja kami menuju ke pasar terapung yang memang sudah kami jadwalkan meliput kesana. Baru saja melangkahkan kaki melewati wisata kuliner yang ada di pinggiran Musi, kami berhadapan dengan 3-5 pelayan warung makan yang juga menjajahkan makanan. Tapi maaf mbak, maaf bu, maaf mas, maaf kak, bukan warung makan ini yang kami cari.
Terbebas dari warung makan yang terlihat lumayan modern itu, kami menuruni tangga untuk segera melanjutkan perjalanan mencari pasar terapung. Awalnya kami tidak tahu dimana pasar terapung di Palembang ini, tapi untungnya dua diantara kami telah terlebih dahulu hunting dimana pasar terapung tersebut.
Kami mencari tempat yang terlihat sedikit sepi. Dan mata kami tertuju pada Pasar Terapung Angin Berembus masakan Padang. Kami memilih Pasar Terapung Angin Berembus karena inilah satu-satunya warung nasi yang menyediakan masakan Padang. Terlihat yang lain banyak menyediakan pindang pegagan khas daerah Sumatera Selatan.
Selain karena belum banyaknya pengunjung yang datang dan warung ini merupakan satu-satunya warung yang menyediakan masakan Padang, yang membuat kami tertarik adalah nama dari warung nasi/ pasar terapung ini. Angin Berembus.


Gambar 1.3. Salah satu pasar terapung yang ada di pinggiran sungai Musi

            Jembatan kecil yang terbentang, digunakan pengunjung untuk menyeberang ke perahu. Sedikit menegangkan menyeberanginya. Badan harus seimbang, sebab pegangan yang bisa digunakan hanyalah sebatang kayu gelam di sisi kanan dan kirinya yang ditancapkan ke dasar sungai. Belum lagi jika angin sedang kencang, bisa saja badan yang tidak seimbang dapat terbang melayang dibuatnya.
            Angin Berembus menyapa kami dengan ramah. Pak Rajab (46 thn), pelayan yang berparas lumayan enak dipandang, menebar senyum sumringahnya ketika kami sampai ke muka perahu. Bau sedap masakan Padang memanjakan perut kami yang memang lapar untuk segera memesan makanan dan langsung santap siang.
Ayah dari Chelsea (1 thn) ini asli Padang. Ia sudah 7 tahun bekerja dengan Pak Novan (30 thn) di dunia kuliner. Namun bekerja di Pasar Terapung Angin Berembus yang dimiliki Pak Novan ini dilakoninya baru 3 bulan terakhir. Angin Berembus membuka tiga cabang, salah satunya di STM 1 Palembang. Penghasilannya yang tidak banyak yakni Rp 50.000,- per hari ini cukup untuk memenuhi kebutuhan satu anak dan satu istrinya.
            Dua porsi nasi ayam panggang kuah rendang, satu porsi nasi telur, empat gelas es teh manis, dan dua cangkir kopi. Itu daftar menu makan kami siang itu. Cukup dengan mengeluarkan uang Rp 41.000,- kami puas dengan Angin Berembus. Tak kalah dari makanan di restoran ternama ataupun rumah makan Padang di tempat ternama.
Berikut daftar menu Pasar Terapung Angin Berembus beserta harga.
No.
Nama Makanan
Harga/ porsi
1.
Nasi Ayam
Rp 10.000,-
2.
Nasi Rendang
Rp 9.000,-
3.
Nasi Ikan
Rp 7.000,-
4.
Nasi Telur
Rp 5.000,-
5.
Nasi Perkedel
Rp 5.000,-
6.
Nasi Tahu
Rp 4.000,-
7.
Es Teh Manis
Rp 3.000,-
8.
Es Jeruk
Rp 3.000,-
9.
Kopi
Rp 2.000,-
10.
Teh Hangat
Rp 2.000,-

            Penghasilan Angin Berembus per harinya mencapai minimal Rp 500.000,- jika pengunjung tidak sepi. Mengasyikkan bisa makan di pasar terapung ini. Belum lagi kita mendapatkan hiburan dengan bergoyangnya perahu akibat dihantam ombak kecil. Tawa ataupun jeritan bagi yang terkejut, menghiasi wajah setiap pengunjung yang sedang menikmati santapannya.
            Angin Berembus sebenarnya mempunyai 2 pelayan. Namun saat kami mendatangi Angin Berembus siang itu, pelayan satunya hanya berada di bagian dapur dan sedikit mengawasi kami.
            Pak Rajab menyatakan bahwa bekerja di pasar terapung ini santai, dalam artian tidak sesibuk bekerja di rumah makan modern yang besar. Tapi, beliau mengaku kurang memiliki waktu luang yang panjang untuk keluarga.  Bagaimana tidak? Pasar terapung sendiri buka dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore dan tak pernah sepi pengunjung.
            Beliau berharap kotoran disamping perahu dan didepan perahu di bersihkan. Memang terlihat agak menjijikkan melihatnya. Apalagi ketika air sedang surut seperti saat kami mendatangi Angin Berembus siang itu. Kotoran dimana-mana, sampah bertebaran sana-sini, belum juga terlihat orang buang air kecil sembarangan seperti tak tahu malu. Karena parkir perahu yang lumayan tinggi dan tiap tahunnya naik, dirasa kurang sepadan dengan kotornya daerah sekitaran perahu. Sepuluh ribu rupiah. Besarkah nominal tersebut? Tidak bagi mereka yang memiliki banyak uang. Ya, bagi mereka yang kurang mampu.
            Harapan tersebut bukan hanya Pak Rajab atau Angin Berembus sendiri yang menginginkan adanya perubahan. Pak Rajab menyatakan bahwa setiap perahu mempunyai harapan yang sama. Dimana selogan Palembang sebagai kota BARI? Bukankah B dari BARI itu adalah bersih?
            Meskipun sudah banyak yang meninggalkan pasar terapung sungai Musi, Angin Berembus dan beberapa perahu lain masih tetap bertengger di pinggir Musi. Warung makan lain sudah membuka warung yang lebih terlihat modern tak jauh dari pasar terapung ini. Keberadaannya akan tetap ada dan diperhitungkan apabila Angin Berembus dan perahu lain tetap tegar melawan kerasnya perkembangan zaman.