Kuta Besak adalah keraton pusat Kesultanan Palembang Darussalam,
sebagai pusat kekuasaan tradisional yang mengalami proses perubahan
dari zaman madya menuju zaman baru di abad ke-19. Pengertian KUTO di sini berasal dari kata Sanskerta, yang berarti: Kota, puri, benteng, kubu (lihat ‘Kamus Jawa Kuno – Indonesia’, L Mardiwarsito, Nusa Indah Flores, 1986). Bahasa Melayu (Palembang) tampaknya lebih menekankan pada arti puri, benteng, kubu bahkan arti kuto lebih diartikan pada pengertian pagar tinggi yang berbentuk dinding. Sedangkan pengertian kota lebih diterjemahkan kepada negeri.
7 kaki. Tembok ini diperkuat dengan 4 bastion (baluarti). Di dalam masih ada tembok yang serupa dan hampir sama tingginya, dengan pintu-pintu gerbang yang kuat, sehingga ini dapat juga dipergunakan untuk pertahanan jika tembok pertama dapat didobrak (lihat LJ. Sevenhoven, Lukisan, halaman 14).
7 kaki. Tembok ini diperkuat dengan 4 bastion (baluarti). Di dalam masih ada tembok yang serupa dan hampir sama tingginya, dengan pintu-pintu gerbang yang kuat, sehingga ini dapat juga dipergunakan untuk pertahanan jika tembok pertama dapat didobrak (lihat LJ. Sevenhoven, Lukisan, halaman 14).
Benteng Kuto Besak 1935 an
Pengukuran terbaru para konsutan sendiri mendapatkan ukuran yang sedikit berbeda, yaitu panjang 290 meter dan lebar 180 meter. Pendapat de Sturler megenai kondisi benteng Kuto Besak:
“… lebar 77 roede dan panjangnya 44 roede, dilengkapi dengan 3 baluarti separo dan sebuah baluarti penuh, yang melengkapi keempat sisi keliling tembok. Tembok tersebut tebalnya 5 kaki dan tinggi dari tanah 22 dan 24 kaki.
Di bagian dalam di tengah kraton disebut Dalem, khusus untuk tempat kediaman raja, lebih tinggi beberapa kaki dari bangunan biasa. Seluruhnya dikelilingi oleh dinding yang tinggi sehingga membawa satu perlindungan bagi raja. Tak seorang pun boleh mendekati tempat tinggal raja ini kecuali para keluarganya atau orang yang diperintahkannya. Bangunan batu yang lain dalam kraton adalah tempat untuk menyimpan amunisi dan peluru”.
Pada
saat peperangan melawan penjajah Belanda tahun 1819, terdapat sebanyak
129 pucuk meriam berada di atas tembok Kuto Besak. Sedangkan saat pada
peperangan tahun 1821, hanya ada 75 pucuk meriam di atas dinding Kuto
Besak dan 30 pucuk di sepanjang tembok sungai, yang siaga mengancam
penyerang.
Menggambarkan
ketika Sultan Mahmmud Badaruddin II sedang di giring belanda ke
pengasingan di ternate tahun 1821 setelah perang Palembang ke III
dengan latar belakan benteng Kuto Besak (Ilustrasi)
Benteng Kuto Besak ini sebenarnya adalah keraton keempat dari Kesultanan Palembang. Pada awalnya keraton Kesultanan Palembang bernama Kuto Gawang dan terletak di lokasi yang sekarang dijadikan pabrik pupuk Sriwijaya.
Tahun 1651, ketika Bangsa Belanda ingin memegang monopoli perdagangan di Palembang,
keinginan tersebut ditentang oleh Sultan Palembang, sehingga terjadi
perselisihan yang puncaknya adalah penyerbuan terhadap keraton tersebut.
Penyerbuan yang disertai pembumihangusan tersebut menyebabkan
dipindahkannya pusat pemerintahan ke daerah Beringinjanggut di tepi
Sungai Tengkuruk, di sekitar Pasar 16 Ilir sekarang.
Kemudian
pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724 -- 1758) pusat
pemerintahan tersebut dipindahkan lagi ke lokasi yang sekarang menjadi
lokasi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
Selanjutnya
pusat pemerintahan berpindah lagi ke lokasi yang baru, yaitu yang
sampai sekarang dikenal dengan nama Kuto Besak (Hanafiah 1989).
Secara
spesifik sistem pertahanan di Benteng Kuto Besak menunjukan bahwa pada
saat itu Sultan Mahmud Baharuddin I telah memperhitungkan dengan cermat
tentang bagaimana cara melindungi pusat pemerintahannya. Pendirian
benteng yang berada di lahan yang dikelilingi oleh sungai-sungai jelas
menunjukkan bahwa siapapun yang ingin masuk ke keraton sultan tidak
dapat secara langsung mendekati bangunan tersebut tetapi harus melalui
titik-titik tertentu sehingga mudah dipantau dan cepat diantisipasi jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan antara lain seperti penyerangan
mendadak.
Secara
keseluruhan Benteng Kuto Besak berdenah persegipanjang dan berukuran
288,75 m x 183,75 m, serta menghadap ke arah tenggara tepat di tepi
Sungai Musi. Di tiap-tiap sudut benteng terdapat bastion, tiga bastion
di sudut utara, timur dan selatan berbentuk trapesium sedangkan bastion
sudut barat berbentuk segilima. Benteng Kuto Besak memiliki tiga pintu
gerbang, yaitu di sisi timur laut dan barat laut serta gerbang utama di
sisi tenggara.
Tembok
keliling Benteng Kuto Besak sendiri juga mempunyai keunikan, yaitu
bentuk dinding yang berbeda-beda pada masing-masing sisi benteng,
demikian juga dengan tingginya. Dinding tembok sisi timur laut mempunyai
ketebalan yang sama, ketinggian dinding tembok bagian depan adalah
12,39 m sedangkan bagian dalam 13,04 m, sehingga bagian atasnya
membentuk bidang miring yang landai. Tampak muka dinding sisi timur laut
ini juga dihiasai dengan profil. Sama dengan dinding sisi tenggara,
dinding sisi timur laut juga dilengkapi dengan celah intai yang
berbentuk persegi dengan bagian atas berbentuk melengkung. Lubang celah
intai tersebut juga berbentuk mengecil di bagian tengahnya.
Dinding
tembok sisi barat daya mempunyai dua bentuk yang berbeda. Secara umum
tembok sisi barat daya ini dibagi dua karena di bagian tengahnya
terdapat pintu gerbang. Dinding tembok sisi barat daya bagian selatan
mempunyai bentuk dimana bagian bawahnya lebih tebal dari pada bagian
atas, yaitu 1,95 m dan 1,25 m tetapi bagian dalam dan luar dinding
mempunyai ketinggian yang sama yaitu 2,5 m. Dinding tembok sisi barat
daya bagian utara mempunyai bentuk dimana bagian bawah lebih tebal
daripada bagian atas yaitu 2,35 m dan 1,95 m. Ketinggian dinding bagian
dalam dan luar adalah 2,5 m.
Dinding
tembok sisi barat laut memiliki bentuk yang hampir serupa dengan
dinding tembok barat daya bagain selatan. Tebal dinding bagian bawah
adalah 1,6 m sedangkan bagian atas 1,15 m. Ketinggian dinding adalah
2,25 m.
Saat
ini keadaan Benteng Kuto Besak telah mengalami beberapa perubahan.
Secara kronologi tinggalan-tinggalan arkeologi yang berada di Benteng
Kuto Besak berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam dan
Kolonial Belanda. Secara khusus tinggalan arkeologi yang berasal dari
masa Kesultanan Palembang Darussalam adalah tembok keliling dan pintu
gerbang bagian barat daya; sedangkan tinggalan arkeologi yang berasal
dari masa Kolonial Belanda adalah gerbang utama Benteng Kuto Besak dan
beberapa bangunan yang terdapat di dalam benteng. Berdasarkan gaya arsitekturnya, bangunan-bangunan di dalam Benteng Kuto Besak diidentifikasikan bergaya Indis yang berkembang di Indonesia pada awal abad ke XX.
0 komentar:
Post a Comment